Para Pencari Ilmu & Hikmah

Ikon

Pencarian Tanpa Henti di Ujung Nafas yang Dititipkan

Menanti Sayap Mengepak [Indonesian Version]

Jangan cintai orang yang tidak mencintaimu.
Tapi cintailah orang yang tulus mencintaimu.

Kalimat diatas saya temukan terpasang pada kaca metromini reot yang saya tumpangi beberapa tahun silam. Guru saya Aa Gym pernah berpesan, “kemana pun nanti mengembara, hikmah pasti ada di sana. Maka bukalah mata, bukalah telinga, dan bukalah hati. Bisa jadi hikmah itu ada pada bangkai atau pada orang yang kita benci sekalipun”.

Berbicara tentang “cinta” berarti berbicara tentang dua hati. Karena tak sempurna bila cinta itu hanya mengepak sebelah sayap. Mesti ada sayap lain yang mengepak seirama sehingga mampu membumbung hati menjemput senyum di langit bahagia. Sama seperti sepasang kaki. Tak akan mampu berlari jika ayunan kaki yang satu tak bersambut ayunan kaki yang lain.

Baca entri selengkapnya »

Filed under: Renungan, , , , , , , , , ,

Menanti Sayap Mengepak [Sundanese Version]

“Ulah mikacinta jalma nu pantrang micinta
Namung pikacinta jalma nu tulus micinta”

Kecap diluhur pribados pendakan tina kaca metromini reot nu pernah pribados taekan sababaraha taun kapungkur. Guru pribados, Aa Gym pernah ngawurukan yen cenah “kamana wae anjeun ngumbara, hikmah teh pasti aya di dinya. Kumargi kitu pek buka soca, buka dadanguan, buka hate. Hikmah tiasa dicomot tina bangke atanapi ti jalma nu ku anjeun pikasebel”.

Nyarios perkawis “Cinta” hartosna nyarios perkawis dua hate. Kusabab teu sampurna upami cinta mung meber hiji jangjang. Kedah aya jangjang nu sanes nu meber sairama nu matak tiasa ngabumbung hate nyampeur imut di langit bagja. Sapertos sapasang sampean. Aya nu katuhu aya nu kenca. Moal tiasa lumpat upami hiji ayunan teu disampeur ku ayunan sampean nu sanes.

Baca entri selengkapnya »

Filed under: Renungan, , , , , , , , , , , , , ,

Jiwa yang Tenang

Hanya dengan mengingat Allah,

Hati menjadi tenang

Di kantor tempat saya bekerja, ada seorang perempuan istimewa. Lebih tepatnya ibu istimewa. Disebut ibu, karena memang telah menikah dan memiliki dua orang anak. Dan istimewa, karena memang menurut pandangan saya begitu adanya.

Ibu istimewa ini sangat gemar membuat saya tersenyum. Entah itu senyum bahagia, atau senyum berselimut malu. Dan bukan hanya itu saja, ibu istimewa ini sangat sering memberikan saya hadiah. Baik itu mulai dari mentraktir makan siang saya, memberikan saya cemilan di meja kerja saya, atau bahkan pemberian-pemberian lain yang kalau saya tulis tentu akan amat panjang jadinya.

Baca entri selengkapnya »

Filed under: Renungan, , , , , , , , ,

Loundry Akhirat

Sejak kemarin langit Jakarta tak membuka tirai. Matahari kehilangan peran. Bahkan hari ini pun masih tersimpan di belakang layar. Kemunculannya saya harapkan, bukan saja karena dingin yang merangkul dini pagi. Namun juga karena pakaian kotor sudah bertumpuk. Dan tumpukan itu baru disadari ketika lemari pakaian hanya menyisakan beberapa potong pakaian saja.

Ketidakhadiran matahari siang ini menambah kekhawatiran, mengingat Senin pagi harus berangkat ke Aceh. Mustahil saya berangkat ke sana, tanpa perbekalan. Dan pakaian adalah salah satunya. Maka dengan sangat terpaksa saya harus pergi ke Loundry. Membawa beberapa potong kemeja, jas dan baju koko dengan harapan besok sudah bersih dan kering.

Baca entri selengkapnya »

Filed under: Renungan, , , , , , , , , , , , , ,

Di Depan Mata…

Pagi memang begitu indah ya. He em. Setelah shalat shubuh berjamaah di mesjid, saya biasa mengelilingi lingkungan sekitar. Sekedar berjalan santai, menghirup udara pagi yang masih bersih. Dan masih menggunakan sarung dan peci. 😀 Merasakan nikmatnya kesejukan embun pagi (bukan embun cinta). Dan embun itu bukan hanya memberikan kesejukan bagi raga, tapi juga masuk ke dalam jiwa. Suatu saat kita akan tenggelam dalam hikmah embun, tapi kali ini biarlah saya menulis tak tentu arah. Sekedar meluahkan isi hati dan benak.

Dalam satu minggu. Ada satu hari dimana saya mewajibkan diri saya selalu masuk kantor lebih awal dari biasanya. Jika biasa masuk jam setengah delapan, maka saya mewajibkan diri saya masuk jam enam pagi. Sebagaimana hari ini.

Baca entri selengkapnya »

Filed under: Personal, , , , , , , ,

Ada Jarak…

Ada jarak antara langit dan bumi. Dan jarak itu bisa dipandang dekat oleh sebagian orang. Ada pula yang memandangnya jauh.

Begitu pula terhampar jarak antara diri kita dan cita-cita. Dan jarak itu bisa jadi sangat dekat. Atau bisa jadi sangat jauh.

Jauh-dekat jarak itu, tergantung dari KEYAKINAN kita. Jika keyakinan kita kuat, maka jarak nyaris sirna.

Untuk meraih cita-cita memang berat, TAPI bisa dicapai. Keyakinan inilah yang membuat cita-cita dekat dengan kita. Sedangkan mereka yang berkata, “Cita-cita bisa dicapai, TAPI berat”. Mereka telah membuat jarak dengan cita-citanya.

Begitulah kedekatan kita dengan Sang Penguasa Semesta. Semakin yakin kita kepadaNya, maka jarak itu telah sirna. Itulah yang menyebabkan tiap pandangan adalah pandanganNYA, tiap pendengaran adalah pendengaranNYA, tiap tutur adalah tuturNYA. Mereka telah menjadi kaki-tangan Allah di bumi. Karena mereka…….

Telah menghilangkan jarak dengan Tuhan mereka.

Jika saya mengaku beriman, yakin kepadaNya di lisan, namun saya masih berbuat maksiat, masih bermalas-malas, tidak mengoptimalkan potensi, maka itu berarti keyakinan saya masih perlu dipertanyakan. Dan saya masih amat jauh dari Allah.. masih jauh.. jauh sekali… (hiks.. hiks.. hiks…. 😦 )

Allah itu maha dekat bukan? Lebih dekat dari urat leher. Maka mengapa masih membuat jarak? Jawabannya adalah, belum sempurnanya keyakinan.

* Terima kasih kawan untuk taujih semalam. Setelah ini, tidak akan ada lagi jarak. Tidak ada. Yang ada hanyalah KEDEKATAN. (Insan Sains)

Jakarta, 20 Februari 2009, 8:57 WIB

Filed under: Renungan, , , , , , , , , ,